RoneBaref Store

Friday, January 6, 2012

Agama Islam dan Masyarakat


KATA  PENGANTAR

Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT. Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun  mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Agama Islam.


Agama  sebagai  sistem  kepercayaan  dalam  kehidupan  umat  manusia  dapat  dikaji  melalui  berbagai  sudut  pandang.  Islam  sebagai  agama  yang  telah  berkembang  selama  empat  belas  abad  lebih  menyimpan  banyak  masalah  yang  perlu  diteliti,  baik  itu  menyangkut  ajaran  dan  pemikiran  keagamaan  maupun  realitas  sosial,  politik,  ekonomi dan budaya.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang agama islam dan masyarakat, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.




Nikah dan perkawinan adalah akad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari’ah.
Pasal 2 UUP disebutkan: perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut hukum agamanya masing-masing dan kepercayaannya itu.sahnya pernikahan menurut hukum islam jika memenuhi hal-hal berikut :
1.      Depenuhinya semua rukun nikah
2.      Dipenuhinya syarat-syarat nikah
3.      Tidak melanggar larangan perkawinan sebagai yang ditentukan oleh syri’ah.

Rukun Nikah
Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu melangsungkn perkawinan. Jadi dapat digolongkan dalam syarat formal,yaitu:
1.      Adanya calon mempelai laki-laki dan wanita,
2.      Ada wali bagi calon mempelai perempuan, 
3.      Disaksikan oleh dua orang saksi
4.      Akad nikah, yaitu ijab dari wali mempelai perempuan atau wakilnya dan kabul dari mempelai laki-laki atau wakilnya.
Syarat Nikah
Syarat nikah antara lain:
1.      Persetujuan kedua belah pihak,
2.      Mahar (mas kawin)
3.      Tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan.

A.TUJUAN DAN HIKMAH PERNIKAHAN
Allah menjadikan mahluk-Nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, hewan jantan dan betina,begitu pula tumbuhan,dll. Lain halnya hewan dan tumbuhan,manusia dalam memilih pasangannya harus di ikat dengan ikatan pernikahan.




1.      Hidup tentran dan sejahtera
Apa bila dua orang pria wanita sudah terikat dalam perkawinan, keduanya akan hidup nyaman dan tentram dua sejoli, hidup sebagai suami istri dengan hak dan kewajiban bersama membangun rumah tangga yang sejahtera, menolong,kasih, dan mencintai.
2.      Menghindari Perzinahan
Tidak di ragukan bahwa perzinahan merupakan bahaya terburuk dalam perkembangan hidup manusia, betapa tidak, dan bagaimana akibatnay jika perzinahan itu merjalela dalam masyarakat, akan bertebaran manusia-manusia yang lahir dari pasangan pria wanita zinah.
Dokter-dokter sepakat bahwa perzinahan itu menyebabkan penyakit-penyakit kotor. Dimana banyak orang melakukan perkerjaan keji itu, di sana berjumlah penyakit-penyakit seperti syphlis/raja singa, dan gonorrhea atau kencing nanah, dan terakhir muncul penyakit yang tidak dapat di sembuhkan yaitu AIDS
3.      Memelihara Keturunan
Perkawinan juga berguna untuk memilihara kerukunan anak cucu, sebab kalau tidak dengan nikan tentu anak tidak berketentuan siapa yang akan mengurusnya dan siapa yang akan brtanggung jawab atasnya.
4.      Memelihara Wanita yang Bersifat Lemah
Bagaimana pun pintar, kaya, dan berkuasanya seorang wanita, namun ia tergolong yang lemah, sebagai mana firman Allah dalam AL-Qur’an surat an-nissa:34
’’kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,oleh karena itu allahtelah melebihkan bagian mereka(laki-laki)atas bagian yg lain(wanita)dan karena mereka(laki-laki)telah menafkahkan sebagian dari harta mereka....”(QS.4:34)
5.    Menciptakan persaudaraan baru
Satu hal lagi dari hikmah perkawinan ialah menciptakan dan membentuk ikatan persawdaraan baru,antara pihak pria dan pihak wanita.baik keatas mau pun kebawah,ayah ibu,kakek nenek,anak dan cucu dari dua belah pihak menjadi bersaudara.
6. Berhubungan dengan kewarisan
Sungguh sangat susah dan rumit masalahnya apabila seseorang yang meninggal tampa keturunan. Lebih lagi bila ia meninggalkan bayak harta, tentu akan menjadi persengketaan yang luas bagi kerabat jauh dan dekat yang berkeinginan warisan itu.



B.  PROBLAMATIKA PERNIKAHAN
1.  Bagaimana memilih jodoh?
Pasti yang penting dipertimbangkan adalah hal-hal yang menyangkut sifat,watak kepribadian,pendidikan,status sosial,dan lingkungan keluaraga calon.
2.  monogami atau poligami
Dibolehkan seorang laki-laki beristri lebih dari satu,karena umumnyakaum laku-laki  lebih sedikit jumblahnya ketimbang perempuan dikarenakan banyak mati dalam perperangan.
3. nikah Mut’ah
Adalah perkawinan sementara yang pernah di lakukan oleh pemuda-pemuda islam pada zaman nabi.yaitu ketika banyak pemuda islam pergi berjuang kemedan pertempuran untuk mempertahan kan agama.
4.    Pernikahan antarumat lain agama
Pernikahan antara umat lain agama dalam UU Perkawinan No. 1/1974 belumlah diatur secara tegas. Di sana hanya dinukilkan perkawinan antar seagama, yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[1]

Dalam hubungan ini ulama menggolongkan orang-orang yang bukan beragama islam pada tiga kategori sebagai berikut :
1.      Orang-orang yang mempunyai kitab suci, seperti yang beriman kepada kitab taurat dan injil (yahudi dan nasrani) di sebut ahli kitab (kitabiah).
2.      Orang yang mempunyai semi kitab suci (syubhah kitab), seperti orang majusi (penyembah api) dan syabi’ah (penyembah binatang).
3.      Orang-orang yang tidak mempunyai kitab suci dan semi kitab suci (syubhah kitab), seperti penyembah patung, atau tidak bertuhan sama sekali (ateis).

5.    Nikah dengan Wanita Hamil-Zina
Wanita hamil yang sah kerukunan/kandungsnnya (hamil) karena nikah dilarang menceraikannya dan menikahinya sampai ia melahirkan kandungannya. Sedangkan wanita yang hamil karna perzinahan, menurut hanafi sah mengawininya. Akan tetapi belum boleh berhubungan kelamin dengannya kecuali kalau kandungan itu dari laki-laki itu sendiri. Sedangkan menurut hanbali wanita itu baik hamil atau tidak. Dilarang dinikahi, karena hanbali berfikir berdasarkan firman Allah SWT:
“laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan demikian itu di haramkan atas orang-orang mukmin.” (Qs. 24:3)

Namun demikian hanbali membolehkan dengan dua syarat: (1) telah habis waktu iddahnya, yaitu 3 kali haid, dan jika dia hamil sampai melahirkan anaknya, dalilnya ialah hadis yang mengatakan bahwa tidak boleh mengawini wanita hamil sampai ia melahirkan, dan (2) perempuan itu harus tobat dengan perbuatan maksiadnya, jika belum tobat tidak boleh mengawininya, meskipun telah habis waktu iddahnya. Orang tobat di anggap sebagai orang yang tidak berdosa: (At-ta-ibuminazznbi Kaman al zanba lahu) (Al-Hadis).


BAB 11. KEMASYARAKATAN DALAM ISLAM

A.     UNSUR-UNSUR PEMBENTUK MASYARAKAT
Terbentuknya masyarakat sering dipertnyakan sejak kapan ia bermula. Teori ilmu beranggapan: semenjak manusia lahir di bumi ini. Yang dikatakan manusia ialah makhluk yang berakal dan memliki struktur tangan yang sempurna. Akal berfikir membentuk dan menerima pengetahuan. Tangan sebagai alat pemegang, menjadi alat kerja yang pertama mewujudkan apa yang difikirkan.
Dengan terbentuknya kebudayaan terbentuk pula masyarakat. Bisakah itu? Diperbandingkan dengan usia pelanet yang didiami manusia ini, usia masyarakat belum berarti apa-apa. Umur bumi sudah 3.350.000.000 tahun.

Kebudayaan dan Masyarakat Islam
Pandangan ilmu membidangkan kebudayaan dalam 7 bagian social, ekonomi, politik, pengetahuan, dan tehnik, seni, filsafat, dan agama, pandangan islam menerima dan menolak pembidangan tersebut, bergantung pada jenis agama yang dimaksud.
Agama membentuk takwa, yang menjadi pangkal kebudayaan, dalam kehidupan tiap gerak berawal dari agama, berujung kepada kebudayaan. Tiap-tiap pekerjaan karena Allah masuk dalam lapangan ibadah. Dengan demikian kebudayaan berpangkal pada agama, tiap tindakan dalam bidang-bidang kebudayaan yang dikerjakan dengan takwa adalah ibadah (dalam pengertian luas).
Karena itulah agama dapat dibedakan dengan kebudayaan tetapi tidak dapat di pisahkan.

tuntutlah kebahagiaan yang disediakan Allah di akherat kelak, namun janganlah kamu melupakan kebahagiaan (kenikmatan) di dunia.” (Qs. 28:27)

B.     KELUARGA UNIT TERKECIL MASYARAKAT
Sampai sekarang keluarga tetep merupakan kesatuan unit masyarakat terkecil.
Dalam rangka membentuk dan membangun keluarga sebagai unit terkecil masyarakat itu Al Qur’an memberikan tuntunan agar pola yang di lakukan berdasarkan hal-hal berikut.
1.      Dasar takwa kepada Allah
2.      Dasar kasih sayang
3.      Pemenuhan kebutuhan biologis
4.      Menjaga keturunan
5.      Memlihara diri dari perzinahan

C.    KEADILAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Al Qur’an menekankan “persaudaraan orang-orang yang beriman” bersama-sama semua implikasinya (Qs, 49:10). Dengan demikian, masyarakat islam adalah masyarakat persaudaraan.
Tujuan yang harus dicapai melalui penjelmaan nila-nilai mengatur masyarakat islam telah di lestarikan oleh Al Qur’an dalam konsep falah, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan, yang telah dengan jelas dikaitkan dengan masyarakat maupun individu. Kemudian, konsep kesejahteraan kolektif disajikan dalam Al Qur’an:

hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adlah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar; yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang di perintahkan Nya kepada mereka yang selalu mengajarkan apa yang di perintahkan.“ (QS. 66:6)

D.     MASYARAKAT IDEAL
Masyarakat ideal yang ditakan oleh islam adalah masyarakat yang di gambarkan Al Qur’an dengan sebutan masyarakat mardlatillah (masyarakat yang diridoi Allah) (QS. 34:15). Untuk mencapai masyarakat yang mardlatillah ini harus di susun rangkayan pola yang bertendensi dan berdemensi antara lain sbb.

1.      Umat yang Satu
Manusia terdiri dari berbagai suku, warna kulit, agama, bahasa, dan adt istiadat pada dasarnya berkembang biak dari nenek moyang yang sama. Sebagai manusia, perbedaan-perbedaan tersebut hendaknya tidak menjadi penghalang bagi yang satu dengan yang lain untuk hidup rukun berdampingan (QS. 2:213 dan QS. 49:13).

2.      Umat yang Bertakwa
Ketakwaan sebagai cirri pokok dari masyarakat Islam mempunyai tigs kaidah fundamental, yaitu: beriman pada Allah, cinta pada Allah, takut pada Allah. Beriman menurut rumusan islam berarti: tidak satupun yang patut di muliakan dan disembah selain Allah. Hal ini menyebabkan kerendahan hati serta keberanian moral dan optimism pada kehidupan dalam semua dimensinya : spiritual, moral, fisik, ekonomi, politik dst.
Masyarakat ideal yang diciptakan oleh Islam adalah masyarakat yang di gambarkan oleh Al Qur’an sebagai masyarakat mardlatillah karena masyarakt tersebut terbangun dan terbina oleh dan dalam struktur yang diperpolakan hukum-hukum Allah dengan sumbernya Al Qur’an dan Sunnah Rassul.

E.     MASYARAKAT MADANI

Setelah meninggalnya Nabi Muhammad SAW., masyarakat islam melanjutkan kepemimpinan Negara dan masyarakat melalui lembaga musyawarah dan Abu Bakar Ash-Shiddiq terpilih sebagai khalifah yang pertama setelah meninggalnya nabi (11-13 H = 632-634 M), kekhalifahan berikutnya Umar Bin Khatab (13-23H = 634-544M), Usman Bin Affan (23-35H – 644-656M), dan trakhir adalah Ali Bin Abi Thalib (35-40H = 656-661M).

Selanjutnya pada abat ke 14 para sarjana muslim mulai meneliti berbagai fenomena social kebangkitan maupun kejatuhan suatu dinasti yang menyoroti permasalahan umat islam, tokoh ini lebih di kenal dengan Ibnu Khaldun dengan nama aslinya Abu Zaid Abdal Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun Wali al-Din al-Hadramy, lahir di tunis pada tanggal 1 ramadhan 732 H (7 mei 1332 M) dan tepatnya pada abad ke 14. Ibnu Khaldun dalam kaitannya tentang masyarakat Madani telah mengemukakan teori, bahwa prilaku masyarakat bakan Madani bersifat sacral lagi absolute yang di wakili oleh masyarakat primitive yang mengadopsi prilaku yang tidak beradap.

 MAWARITS

. Pengertian Warisan

“warisan” menurut sebagian besar ahli Hukum Fiqih Islam ialah “semua harta banda yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia, baik berupa barang bergerak, maupun barang tidak bergarak, termasuk barang/uang pinjaman dan juga barang yang ada sangkut pautnya dengan hak orang lain.”misalnya barang yang dibagikan sebagai jaminan atas hutangnya pada waktu ia masih hidup”.
Ilmu agama yang membahas masalah warisan di namakan Faraid. Kata Faraid berasal dari kata “faraidah”, yang artinya suatu ketentuan yang telah di tentukan. Dinamakan ilmu Faraid, karena membahas antara lain: bagian-bagian warisan yang telah ditentukan oleh agama untuk tiap-tiap ahli waris.

. hak dan kewajiban yang Berkaitan dengan dengan harta Warisan
Ada empat macam hak dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan adanya harta warisan:

a.            Menyalenggarakan pemakaman jenazah

Biaya untuk keperluan ini, termasuk biaya untuk memandikan,mengafani, mengangkut jenazah, menggali tanah, dan menguburnya, dibebanjkan atas harta peninggalan. Bila tidak ada harta peninggalannya, maka semua biaya yang berhubungan erat dengan keperluan tersebut, di bebankan kepada anggota keluarga yang berkewajiban menaggung nafkahnya. Bila tidak punya keluarga yang menanggung nafkahnya, maka segala biaya untuk keperluan pemakaman tersebut menjadi tanggung jawab Baitul Mal.

b.            Pelunasan Semua Hutangnya.

Semua hutang yang dibuat semasa hidup almarhum dan belum sempat di bayar, harus dilunasi dengan menggunakan harta peninggalannya, sekalipun sampai habis semua harta peninggalan itu untuk menutup semua hutangnya. Kemudian apabila ada sisanya, maka sisanya inilah yang jatuh untuk wasiat dan warisan.

c.             Pelaksanaan Wasiat-wasiatnya

Wasiat menurut para ahli Fikih ialah: “pemberi hak (kepada seorang atau badan) untuk memiliki atau memanfaatkan sesuatu, yang di tangguh kan pemberian hak tersebut setelah pemiliknya meninggal, dantanpa di sertai imbalan atau penggantian apappun dari pihak yang menerima pemberian hal tersebut.

b.            Membagikan harta peninggalan

Islam telah menetapkan pihak-pihak yang menerima warisan, urutan prioritasnya dan bagian-bagian yang diterima oleh masing-masing. Ahli waris itu terdiri dari: 1. Zawul Furud 2. Asbat dan3. Zawul Arham.

Sifat hukum faraid

Sifat hukum faraid (hukum waris islam) adalah ijbari, artinya merupakan ketentuan Allah dan Rasul-Nya yang menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengetahuinya. Namun demikian, dalam pelaksanaan di mungkinkan adanya “perdamaian”di antara ahli waris. Karena itu, sesuai pula dengan fleksibilitas Hukum Islam termasuk Hukum Faraidnya dan sesuai dengan budaya dan toleransi bangsa Indonesia,maka pada umumnya umat islam di Indonesia dalam menghadapimasalah harta bendanya, khususnya harta peninggalan, menmpuh salah satu atau lebih di antara 3 alternatif berikut :

a.       Dengan system hibah, artinya seseorang pada waktu masih hidup sehat, telah tali silaturahmi, dan memberikan kesejahteraan hidup bagi keluarga/ahli membagi-bagi harta bendanya kepada ahli warisnya, khususnya kepad anggota keluarga intinya (suami/istri dan anak-anak) dengan maksud agar harta bendanya jatuh kepada orang-orang yang memang di kehendaki untuk kesejahteraan hidupnyadan agar dikemudian hari setelah ia meninggal, tidaklah terjadi perselisihan di antara ahli waris tentang harta bendanya.


b.      Dengan system wasiat, artinya seseorang membuat pesan secara lisan atau tertulis di hadapan saksi, bahwa ia memberikan sesuatu kepada seseorang atau kepada suatu badan / lembaga setelah ia meninggal

c.       Dengan system Faraid seperti yang telah di tetepkan dalam Al-Qur’an dan Hadis. Namun dalam melaksanakan Hukum Faraid ini, dimungkinkan adanya”perdmaiyan” berdasarkan kesepakatan bersama hasil musyawarah semua ahli waris dengan memperhatikan rasa keadilan dan situasi maupun kondisi khusus masing-masing. (Masyfuk Zuhdi; 1993”57-71).

DAFTAR PUSTAKA

-   Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan terjemahannya, PT Bumi Restu, Jakarta, 1977.

-   Ebrahim, RR, MA., El-kholy, Islam dan masyarakat kontenporwer, Gema Risalah Press, Bandung,  1988

-   Yunus, Mahmud, Prof.; Hukum perkawinan dalam islam menurut 4 Mazhab; Al-Hidayah, Jakarta 1995.

-   Kaelani Drs. HD,M.A. Islam & Aspek-aspek Kemasyarakatan. Bumi Aksara, Ibid, Jakarta, 2010.

No comments:

Post a Comment